Makna / Arti dari Simbol Kedokteran

Hermes or Asclepius ???

Sejarah Musik Klasik

Check this post

Jenis Jenis Leukosit

Go to This Post !!

Mengenal Peralatan Misa

Go to This post !!

Label:

Implementasi Kebijakan Penggunaan Antibiotika Rasional Untuk Mencegah Resistensi Antibiotika di RSUP Sanglah Denpasar





Latar belakang

Rumah sakit menyelenggarakan upaya kesehatan tidak hanya melaksanakan upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif, tetapi seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta sosial budaya diperlukan juga pelayanan preventif dan promotif.
Pemberian antibiotika merupakan pengobatan utama dalam penatalaksanaan penyakit infeksi. Adapun manfaat penggunaan antibiotik tidak perlu diragukan lagi, akan tetapi penggunaannya yang berlebihan akan segera diikuti dengan munculnya kuman kebal antibiotik, sehingga manfaatnya akan berkurang.
Penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Resistensi kuman terhadap antibiotik, terlebih lagi multi drug resistance merupakan masalah yang sulit diatasi dalam pengobatan pasien. Hal ini muncul sebagai akibat pemakaian antibiotik yang kurang tepat dosis, macam dan lama pemberian sehingga kuman berubah menjadi resisten. Hal ini mengakibatkan layanan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan.
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia, yaitu Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci (VRE), Penicillin- Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumoniae yang menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter baumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis.
Di negara yang sudah maju 13-37% dari seluruh penderita yang dirawat di RS mendapatkan antibiotik baik secara tunggal atau kombinasi, sedangkan di negara berkembang 30-80% penderita yang dirawat di RS mendapatkan antibiotik dan penggunaan antibiotik yang tidak rasional sangat banyak dijumpai baik di negara maju maupun berkembang. Hasil penelitian dari studi Antimicrobial Resistence in Indonesia tahun 2000 – 2004 menunjukan bahwa terapi antibiotik diberikan tanpa indikasi di RSUP Dr Kariadi Semarang sebanyak 20-53%  dan antibiotik profilaksis tanpa indikasi sebanyak 43 – 81%.
Kebijakan dan juga pedoman tentang penggunaan antibiotika di RSUP Sanglah Denpasar adalah keputusan dari direktur utama tentang komitmen dan petunjuk untuk menerapkan penggunaan antibiotika di RSUP Sanglah Denpasar, yang terdapat dalam pedoman penggunaan antibiotika RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012. Adapun kebijakan yang digunakan di RSUP Sanglah Denpasar salah satunya adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 2406/MENKES/PER/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.


Konten/Isi kebijakan
            Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 2406/MENKES/PER/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik & Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik merupakan kebijakan yang ditetapkan di RSUP Sanglah Denpasar. Tujuan Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik menjadi panduan dalam pengambilan keputusan penggunaan antibiotik. Dalam peraturan tersebut dijelaskan mengenai prinsip-prinsip penggunaan antibiotik. Adapun prinsip tersebut adalah:
1.      Faktor-Faktor yang Harus Dipertimbangkan pada Penggunaan Antibiotik:
·         Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik
·         Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik
            Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat.
·           Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat
     Pemberian antibiotik secara bersamaan dengan antibiotik lain, obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan absorpsi obat atau penundaan absorpsi hingga meningkatkan efek toksik obat lainnya.
·           Faktor Biaya
Peresepan antibiotik yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan keuangan pasien akan berdampak pada tidak terbelinya antibiotik oleh pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. Setepat apapun antibiotik yang diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan keuangan pasien tentu tidak akan bermanfaat.

2.      Prinsip Penggunaan Antibiotik Bijak (Prudent)
·        Penggunaan   antibiotik   bijak   yaitu   penggunaan   antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat.
·   Kebijakan penggunaan antibiotik (antibiotic policy) ditandai dengan pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.
·    Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu (reserved antibiotics).
·     Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).

3.      Prinsip Penggunaan Antibiotik untuk Terapi Empiris dan Definitif
a.    Antibiotik Terapi Empiris
·         Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
b.      Antibiotik untuk Terapi Definitif
·         Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya.
·         Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi.

4.      Prinsip Penggunaan Antibiotik Profilaksis Bedah
·      Pemberian antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadi infeksi luka operasi. Diharapkan pada saat operasi antibiotik di jaringan target operasi sudah mencapai kadar optimal yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri.

5.      Penggunaan Antibiotik Kombinasi
·         Kombinasi antibiotik yang bekerja pada target yang berbeda dapat meningkatkan atau mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotik.
·         Suatu kombinasi antibiotik dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau superaditif. Contoh: Vankomisin secara tunggal memiliki efek nefrotoksik minimal, tetapi pemberian bersama aminoglikosida dapat meningkatkan toksisitasnya.
·         Diperlukan pengetahuan jenis infeksi, data mikrobiologi dan antibiotik untuk mendapatkan kombinasi rasional dengan hasil efektif.
·         Hindari penggunaan kombinasi antibiotik untuk terapi empiris jangka lama.
·         Pertimbangkan peningkatan biaya pengobatan pasien.

Aktor
Pembuat kebijakan penggunaan antibiotik rasional adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia, melalui Peraturan Menteri RI Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/Menkes/PER/XII/2011 tentang pedoman umum penggunaan antibiotik yang selanjutnya menjadi pedoman peraturan penggunaan antibiotik rasional di RSUP Sanglah Denpasar.  Beberapa pihak yang terkait dalam peraturan ini antara lain adalah:
1.      Menteri kesehatan Republik Indonesia.
2.      Pemda dan pemkot
3.      Rumah sakit
4.      Direktur utama RSUP Sanglah Denpasar
5.      Dokter, apoteker, dan tenaga medis lainnya di RSUP Sanglah Denpasar
6.      Pasien di RSUP Sanglah Denpasar
7.      Tim PPRA (Pengendalian Resistensi Antimikroba)
8.      Instalasi Farmasi di RS
9.      Standar Pelayanan Medis atau SMF
10.  Apoteker
11.  KFT (Komite Farmasi dan Terapi)

Konteks
Konteks dalam hal ini mengacu pada faktor-faktor yang memiliki pengaruh pada kebijakan kesehatan. Faktor- faktor tersebut meliputi faktor situasional, faktor struktural, dan faktor budaya.
1.      Faktor situasional
Dari telaah dokumen yang berupa laporan dari KPPIRS , di RSUP Sanglah Denpasar untuk periode Januari-Desember 2012 dilaporkan kejadian kasus dengan MRSA adalah sebanyak 52 kasus. Terbanyak ditemukan di poliklinik Bedah sebanyak 13 kasus (25%), Ruang rawat umum Angsoka 1, sebanyak 8 kasus (15%), Ruang ICU 6 kasus (12%). Kejadian kasus MRSA kemungkinan disebabkan oleh perilaku petugas dalam penerapan kepatuhan kebersihan cuci tangan yang masih belum maksimal, pemakaian antibiotika yang tidak rasional, pasien mempunyai riwayat MRSA yang tidak dilakukan skrening sebelumnya, atau merupakan MRSA komunitas.
Kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotika di RSUP Sanglah sudah ada, tetapi ada juga yang menyatakan belum disosialisasikan ke semua SMF dan kepada petugas medis yang terkait dengan pelayanan dan perawatan pasien. Demikian juga residen sebagai pemberi layanan terdepan belum disosialisasikan tentang kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotika di rumah sakit. sosialisasi kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotika di rumah sakit masih masih belum optimal dilakukan, masih terbatas di tingkat tertentu pada perwakilan SMF, instalasi, di tingkat komite medik. Sosialisasi dari SMF dengan fasilitasi oleh tim PPRA dan KFT belum menyeluruh dilakukan dan belum berkesinambungan. Keberadaan residen, dokter dan petugas medis lainnya di rumah sakit terus mengalami perubahan, mereka yang berada di depan (front office) sebagai pemberi layanan kesehatan dalam hal ini termasuk pemberian antibiotika.

2.      Faktor Struktural
Regulasi untuk menunjang penerapan berbagai langkah kebijakan penggunaan obat rasional belum dipahami dengan baik. Regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah memberikan aturan-aturan dalam pengelolaan obat dari segala aspek, seperti daftar obat esensial, promosi obat, registrasi obat, dan lain sebagainya. Kementerian kesehatan membuat pedoman pelayanan kefarmasian untuk terapi antibiotik, juga pedoman umum penggunaan antibiotik. Adapun dari segi alokasi, besar alokasi yang dianggarkan pemerintah untuk penyediaan obat esensial tampaknya masih kurang. Demikian pu;a dengan alokasi anggaran untuk pelatihan dan pengadaan tenaga profesi kesehatan.

3.      Faktor Budaya
Proporsi MRSA yang banyak ditemukan di poliklinik bedah kemungkinan disebabkan oleh pola hidup dan lingkungan pasien yang kurang higienis, pasien tidak kontrol luka secara teratur, atau penggunaan jenis antibiotika yang tidak rasional. Dari beberapa kasus tersebut terdapat faktor risiko terjadinya MRSA seperti ada luka terbuka, infeksi yang lama, kasus rujukan post operasi di RS lainnya, tindakan operasi, tindakan invasif. Riwayat pemakaian antibiotika di rumah sakit lain sebelumnya tidak bisa di evaluasi, demikian juga apakah kasus tersebut dengan CA-MRSA. Infeksi MRSA bisa terjadi karena terjadi kontaminasi kuman MRSA di triage IRD saat masuk dan observasi. Kemungkinan terjadi kontaminasi kuman MRSA di rumah sakit asal rujukan saat prosess evakuasi. Kemungkinan terjadi kontaminasi silang kuman MRSA di ruang perawatan di RSUP Sanglah seperti ruang operasi, ICU, NICU.

Analisa
Kebijakan merupakan keputusan yang dimaksud untuk mengatasi permasalahan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku. Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara sistematis, berdisiplin, analitis, cerdas dan kreatif dilakukan untuk mengetahui substansi dari kebijakan agar dapat diketahui secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai akibat dari penerapan kebijakan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 2406/MENKES/PER/2011 menjelaskan mengenai pedoman umum penggunaan antibiotik yang diimplementasikan sebagai kebijakan yang di RSUP Sanglah Denpasar. Didalam peraturan tersebut telah dijalaskan secara detail mengenai penggunaan antibiotik yang rasional meliputi faktor-faktor yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik, prinsip penggunaan antibiotik secara bijak, prinsip penggunaan antibiotik untuk terapi empiris dan definitif, prinsip penggunaan antibiotik profilaksis bedah, dan prinsip penggunaan antibiotik kombinasi. Tetapi dalam hal ini, implementasi kebijakan penggunaan antibiotika di RSUP Sanglah Denpasar belum berjalan dengan baik. Ini terjadi karena sosialisasi dari kebijakan penggunaan antibiotika ini belum berjalan dengan baik, SDM termasuk tim atau komite seperti dalam Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA), Pencegahan & Pengendalian Infeksi (PPI), Komite Farmasi & Terapi (KFT), serta mikrobiologi klinik belum berjalan dengan baik sesuai tugas, fungsi dan kewajibannya.
Selain itu penerapan langkah-langkah intervensi sesuai rekomendasi WHO dalam rangka peningkatan keberhasilan penggunaan obat termasuk antibiotika secara rasional belum berjalan dengan baik juga, seperti penerapan panduan klinis atau SPM yang belum dilakukan revisi secara berkala, pengawasan, audit, dan umpan balik terhadap implementasi kebijakan penggunaan antibiotika rasional yang belum dapat berjalan.


 
www.carakerja.net 

2 komentar
Label:

Medical Code - Rules Of Medical Student at UKDW

Perkenalan untuk memberikan gambaran awal kepada Mahasiswa baru angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana ( UKDW ) Yogyakarta, mengenai mengenai aturan2 di FK UKDW :
Berpakaian Rapi, Lecture/Kuliah, Tutorial, Praktikum, dan Skills Lab.

Selamat Menonton :)



0 komentar
Label:

Latihan Fisik Pada Sepak Bola / Futsal

Sepak bola
Kali ini saya akan posting tentang beberapa latihan fisik pada sepak bola / Futsal. Latihan fisik merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk meningkatkan atau memelihara kebugaran tubuh. Latihan fisik umumnya dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, tergantung pada pengaruh yang ditimbulkannya pada tubuh manusia. Latihan fleksibilitas seperti regang memperbaiki kisaran gerakan otot dan sendi. 

Langsung saja yuk kita simak. . .

1. Jogging

Jogging

Jogging ditempatkan di nomor satu dengan maksud bahwa ini adalah latihan utama dari latihan-latihan fisik lainnya. Sepakbola dan Futsal mengharuskan pemain untuk selalu bergerak baik itu berlari maupun bermanuver. Dalam permainan sepakbola, para pemain bisa mengambil nafas sejenak apabila bola berada jauh dari daerah penjagaan pemain tersebut. Hal ini berbeda dengan futsal yang mengharuskan setiap pemain untuk terus bergerak seperti halnya bola basket. Oleh karena itu, endurance atau ketahanan tubuh sangat dibutuhkan oleh para pemain, terutama futsal.
Untuk latihan jogging, diperlukan sedikit peregangan agar otot menjadi lebih lemas. Peregangan bisa dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
  • Memutar engkel kaki.
  • Menekuk kaki ke depan atau ke belakang dan ditahan untuk beberapa saat.
  • Memutar pinggang ke kanan maupun ke kiri.
  • Menekuk badan ke depan dan kebelakang.
Dalam jogging, sebaiknya tidak memaksakan tenaga. Usahakan anda mampu berlari selama 30 menit non-stop. Tidak masalah apakah anda berlari cepat atau lambat. Latihan jogging bertujuan untuk melatih endurance, sehingga yang menjadi acuan adalah waktu. Setelah anda merasa mampu untuk berlari lebih cepat, maka tingkatkanlah kecepatan namun tetap dalam waktu 30 menit non-stop.

2. Skipping (lompat tali)

Skipping


Latihan skipping atau lompat tali bertujuan untuk menguatkan otot di sekitar engkel kaki. Posisi dalam melakukan skipping adalah sebagi berikut:

  • Pandangan lurus ke depan sehingga badan akan berada dalam kondisi tegak lurus.
  • Kedua kaki dirapatkan.
  • Lompatlah dengan menggunakan pergelangan kaki (engkel), bukan dari lutut.
Latihan ini dapat dilakukan setelah anda melakukan jogging. Usahakan anda mampu melompat sebanyak 50 lompatan non-stop. Latihan ini dapat dilakukan sebanyak 300 lompatan dengan perincian 50×6. Setiap 50 lompatan, anda dapat berisirahat sejenak. Setelah mencapai 300 lompatan, anda bisa menambahnya apabila dirasa masih mampu.

3. Berenang

Berenang











Tujuan dari berenang adalah untuk melatih kelenturan tubuh pemain. Dalam berenang, semua otot tubuh ikut bergerak. Sama seperti jogging, berenang merupakan latihan fisik yang direkomendasikan bagi semua atlet di semua cabang olahraga. Manfaat berenang antara lain:
  • Mengencangkan (bukan membesarkan) otot dada, punggung, dan lengan sehingga akan mempermudah dalam melakukan gerakan manuver.
  • Mengencangkan otot paha sehingga meningkatkan ketahanan tubuh dalam berlari.
  • Meningkatkan kapasitas paru-paru sehingga oksigen dapat diserap lebih banyak.
  • Seluruh otot tubuh berkontraksi (ikut berlatih) sehingga mencegah cedera otot di saat melakukan gerakan yang tidak biasa dilakukan.
Menu latihan ini adalah 30 m x 5, yaitu berenang sejauh 30 meter sebanyak 5x. Apabila anda merasa masih mampu, maka anda dapat meningkatkan frekuensinya. Berenang juga merupakan terapi alami bagi pemain yang mengalami cedera otot.

Tiga macam latihan di atas merupakan latihan fisik dasar bagi para pemain sepakbola dan futsal, atau olahraga lainnya secara umum. Latihan jogging dan skipping dapat dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Untuk berenang, dapat dilakukan sebanyak 2x dalam satu minggu. 


Sumber : http://grawira.wordpress.com/

5 komentar
Label:

Permasalahan Hukum Perdata Inseminasi Buatan

hukum

Inseminasi buatan menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia. Permasalahan yang timbul antara lain adalah :
1. Bagaimanakah status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui proses inseminasi buatan?
2. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya? Apakah ia mempunyai hak mewaris?
3. Bagaimanakah hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya (dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya? Darimanakah ia memiliki hak mewaris?

Tinjauan dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)

Jika benihnya berasal dari Suami Istri
· Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya.
· Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)

Jika salah satu benihnya berasal dari donor

· Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
· Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.

Jika semua benihnya dari donor

· Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
· Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.

Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.

5 komentar
Label:

Dampak Bayi Tabung



Pada program bayi tabung proses pembuahan terjadi secara tidak alami (pembuahan dilakukan secara buatan). Metode pembuahan buatan ini tidak menutup kemungkinan menimbulkan risiko. Adanya dugaan cacat bawaan sebagai dampak bayi tabung maupun pembuahan buatan lain dengan metode intra-cytoplasma telah mendorong Prof. Bertelsmann menghimbau komisi kedokteran di Jerman untuk melakukan penelitian terpadu maupun penelitian data secara sistimatis.

Selama ini memang belum diketahui secara pasti, apakah meningkatnya jumlah cacat bawaan tersebut memang murni dampak bayi tabung ataukah faktor lainnya. Tetapi yang pasti, kasus cacat bawaan memang banyak ditemukan pada pembuahan buatan dibandingkan dengan pembuahan alami. Artinya, dampak bayi tabung memang berisiko menimbulkan cacat bawaan pada bayi. Cacat bawaan ini mencakup cacat yang terlihat maupun yang tidak, semisal kelainan pada ginjal, jantung, maupun organ tubuh lainnya.

Dampak bayi tabung yang lain adalah risiko bayi terlahir kembar. Pada proses bayi tabung, pembuahan dilakukan terhadap beberapa sel telur sekaligus. Dari beberapa sel telur tersebut kadang-kadang berkembang secara bersamaan di dalam rahim. Akibatnya, terjadi kehamilan kembar yang bisa lebih dari dua. Jika ini terjadi, peluang janin untuk bisa terus berkembang di dalam rahim akan semakin sedikit.


Adapun dampak negatif bayi tabung yang sudah diketahui adalah efek samping bagi ibu dan anak akibat dari penggunaan obat-obatan pemicu ovulasi yang digunakan selama proses bayi tabung. Selain itu, proses bayi tabung juga berisiko menyebabkan pendarahan saat tahap pengambilan sel telur (Ovum Pick-Up). Meskipun pada faktanya jarang terjadi, namun penggunaan jarum khusus yang dimasukkan ke dalam rahim saat proses pengambilan sel telur, tetap membuka peluang terjadinya pendarahan.

Dampak negatif bayi tabung lainnya antara lain: kehamilan di luar kandungan (kehamilan ektopik), kemungkinan terjadinya sebesar 5%; ibu terserang infeksi, rhumatoid arthritis (lupus), serta alergi; mengalami risiko keguguran sebesar 20%; terjadinya Ovarian Hyperstimulation Syndrome (OHSS). OHSS merupakan komplikasi dari perkembangan sel telur sehingga dihasilkan banyak folikel. Akibatnya, terjadilah akumulasi cairan di perut. Cairan ini bisa sampai ke dalam rongga dada. Karena keberadaan cairan tersebut bisa mengganggu fungsi tubuh maka harus dikeluarkan. Hanya saja risiko terjadinya OHSS relatif kecil, hanya sekitar 1% saja.

Dampak bayi tabung serta program bayi tabung sendiri memang sesuatu yang dilematis. Di satu sisi program bayi tabung memang bisa membantu pasutri yang sulit mempunyai momongan akibat gangguan kesuburan. Namun di sisi lain, segala risiko yang harus dihadapi pasien adalah suatu pilihan yang sulit dihindari. Belum lagi tingkat keberhasilan pembuahan buatan juga relatif kecil. Hanya 40% pasien yang sukses mendapatkan kehamilan. Apalagi sukses kehamilan yang bisa mengantarkan hingga bisa melahirkan anak semakin kecil kemungkinannya, yakni sebesar 15%.


Sumber : http://www.bayitabung.net/77/menelisik-dampak-bayi-tabung/

5 komentar